Beberapa waktu lalu, pada lini masa muncul sebuah twit yang secara langsung memancing perhatian saya. Melalui twit tersebut, sang pegiat skena—ia membidani beberapa band dan nampaknya aktif pula dalam bentuk-bentuk kegiatan lain—bercerita bahwa dokter spesialis THT yang dikunjunginya memberi saran bahwa 60 menit sehari dengan volume maksimal 60% adalah batasan penggunaan perangkat dengar yang dianjurkan jika ingin telinga tetap berfungsi dengan baik. Membacanya sontak membuat saya teringat kepada jawaban Adhe Arrio dalam jurnal Menari Dengan Bayangan saat Baskara ingin tahu bayangan (ketakutan) terbesar beberapa temannya.
Sebagai seorang yang menggemari musik, jawaban tersebut terasa begitu relevan, sebab tentu saja saya masih ingin mendengarkan musik di esok hari dan seterusnya. Beberapa menit ke depan, lantas, saya mulai mencemaskan kebiasaan saya saat mendengarkan musik. Pasalnya, beberapa musik yang saya dengarkan rasanya dapat mengganggu orang-orang di sekitar jika harus diputar melalui pelantang. Lebih takut lagi kalau-kalau diduga sebagai seorang pengguna narkoba juga, sih. Yah, walaupun terkadang tetap saja nekat karena toh di lain waktu saya harus berkompromi dengan kerasnya musik dangdut dari rumah tetangga sebelah.
Mencoba mencari tahu lebih lanjut guna menghilangkan kekhawatiran, saya akhirnya menemukan brosur keluaran WHO berikut. Menurut brosur tersebut, memang benar durasi dan volume paparan suara, dalam bahasan ini khususnya musik, mempengaruhi tingkat keamanan dalam kegiatan yang melibatkan pendengaran. Walaupun tingkat kebisingan yang dianggap lumrah mungkin berbeda dari orang ke orang, 85 dB adalah ambang kebisingan yang disarankan dengan kemampuan untuk tetap mendengar obrolan orang lain sebagai salah satu tolok ukurnya. Tapi menurut saya pribadi sih, kondisinya akan berbeda jika perangkat dengar yang digunakan memang dirancang dengan kemampuan meredam bising. Eh, memakai perangkat dengar bertipe itu bagus loh untuk mengurangi kebutuhan volume.
Tak hanya saat menggunakan perangkat dengar, twit yang disebutkan pada paragraf pertama tadi sebenarnya juga menyinggung bahaya mendengarkan musik melalui pelantang. Saya ingat pernah merasa pekak selepas menghabiskan waktu cukup lama di depan pelantang saat menyaksikan sebuah pertunjukan rock. Rupa-rupanya, menurut brosur yang disebutkan sebelumnya, kebisingan dari sebuah pertunjukan musik dapat mencapai 115 dB dan hanya baik didengarkan paling lama selama 15 menit. Oleh karena itu, penggunaan penyumbat telinga disarankan guna mengurangi kebisingan sejumlah 5–45 dB.
Mendengarkan musik dengan volume keras memang membawa keasyikan tersendiri bagi saya, terlebih karena beberapa detail suara memang baru terdengar dalam pengaturan tersebut. Menggunakan perangkat dengar dalam durasi lama pun memberikan kenyamanan tersendiri sebab mampu membantu saya lebih fokus dalam mengerjakan sesuatu. Namun, tentu saja rasa khawatir kalau-kalau nantinya tak lagi dapat mendengarkan musik tetap membayangi, apalagi jika di masa depan ada musik baru yang mungkin saja lebih saya gemari.
Apakah kalian memiliki kekhawatiran yang sama? Meninjau kembali kebiasaan kita dalam mendengarkan musik rasanya perlu dilakukan.
— Dari Adrian untuk suara suara
Tema apa lagi ya yang menarik untuk dibahas? Sila usulkan kepada kami via Twitter maupun Instagram. Surel juga boleh! Atau bisa juga tinggalkan komentar kalian.
Kalau kamu suka dengan suara suara edisi ini, mungkin sebaiknya kamu bagikan juga ke temanmu! Minta mereka daftar juga, ya!