Beberapa pekan lalu, editor kami mengambil langkah nekat untuk mulai mengubah kategori konten di suaka suara menjadi bahasa Indonesia secara penuh. Gig Story, kategori yang menjadi wadah bagi kami untuk berbagi cerita seputar pengalaman menghadiri pertunjukan musik, tak terlewat dari perubahan tersebut dan kini berubah nama menjadi Jurnal Pertunjukan.
Anehnya, perubahan tersebut ternyata turut memberi dampak personal kepada editor kami yang perasa itu. Ia akhirnya lagi-lagi menyayangkan pandemi yang tengah terjadi, sebab menghadiri suatu gelaran secara fisik nyatanya memang mampu memicu pengalaman-pengalaman seru selain hanya menyaksikan musisi favoritmu tampil secara langsung.
Konser virtual yang tiba-tiba gencar digelar oleh beberapa musisi sebagai manuver untuk menyikapi pandemi sebenarnya membawa dampak positif. Batasan ruang yang kerap menjadi kendala menjadi hilang. Kalian yang berada di Indonesia mungkin saja dapat turut menyaksikan pertunjukan musisi luar negeri favorit kalian secara “langsung”. Namun, tanda petik dua yang muncul di kalimat sebelumnya menandakan bahwa hal tersebut sebenarnya semu.
Konser drive-in, manuver lain yang digunakan sebagai alternatif, membawa masalah lain. Sebab, rasanya tidak semua orang memiliki kendaraan roda empat. Walaupun mungkin kalian bisa mengajak teman yang memiliki jenis kendaraan tersebut ataupun menyewa jasa driver grab untuk menemani kalian datang ke konser, nampaknya solusi tersebut masih cukup merepotkan.
Sebuah alternatif lain pun muncul. Kali ini gelembung dimanfaatkan sebagai langkah pencegahan penularan. Meskipun akan membawa kerepotan tersendiri, nampaknya hal ini akan cukup efektif dalam memberikan rasa aman bagi para penikmat konser. Setidaknya tidak akan serepot konser drive-in. Yah, asalkan kebersihan gelembungnya dapat dipercaya.
Kendati memiliki kekurangannya masing-masing, tiga manuver yang disebutkan sebelumnya setidaknya lebih baik daripada aturan konser duduk yang dianjurkan oleh Kemenkes. Sebab, rasanya protokol kesehatan dalam konser duduk lebih mudah untuk dilanggar. Apalagi jika dikalahkan oleh dorongan untuk benar-benar menikmati kebersamaan bersama teman-teman ketika menonton konser. Petugas kesehatan saja bisa lupa akan bahaya virus corona.
Aturan-aturan yang kurang ketat seperti itu nampaknya justru membuat perizinan untuk menyelenggarakan sebuah pertunjukan langsung lebih mudah untuk dikantongi. Namun, seorang pemuka salah satu kolektif pengorganisasi pertunjukan musik asal Semarang memilih untuk tetap menahan diri dan beralih mulai melaksanakan konser virtual dalam beberapa pekan ke depan.
Kami pun sebenarnya turut diundang untuk menyaksikan pertunjukan tersebut secara langsung—benar, tanpa diapit tanda petik dua—namun kekhawatiran akhirnya membuat kami memilih untuk mengurungkan niat, sembari menanti-nanti keadaan menjadi kembali benar-benar aman untuk menikmati pertunjukan musik beramai-ramai.
Bagaimana dengan kalian? Apakah kalian merasakan hal yang sama?
Tema apa lagi ya yang menarik untuk dibahas? Sila hubungi kami via Twitter maupun Instagram. Surel juga boleh! Atau bisa juga tinggalkan komentar kalian.
Kalau kamu suka dengan suara suara edisi ini, mungkin sebaiknya kamu bagikan juga ke temanmu! Minta mereka daftar juga, ya!