Beberapa waktu lalu, saya akhirnya tiba pada episode keenam dari Highoctane Podcast. Di dalamnya, para personel Seringai membahas beberapa kabar yang masih hangat di kala mereka merekamnya. Mulai pada menit ke 12, kurang lebih, obrolan tiba-tiba mengarah kepada sebuah tema yang menarik: apa sikap Anda setelah mengetahui bahwa musisi idola Anda ternyata melakukan hal-hal buruk? Untuk bahasan yang satu ini, saya pribadi memiliki sebuah contoh yang cukup kuat.
Saya bisa dikategorikan sebagai seseorang yang terlambat menemukan Whirr. Namun, pada saat itu terjadi, saya akhirnya memasukkan Distressor dan Pipe Dreams ke dalam daftar teman paling tepat saat ingin mencerna emosi-emosi negatif. Sayangnya, beberapa waktu setelahnya, saya mulai mengetahui bahwa kelompok ini rupanya sempat mengolok-olok sebuah band transgender.
Walaupun pada akhirnya mereka telah menyampaikan sebuah permintaan maaf, peristiwa tersebut agaknya terlanjur membuat beberapa orang merasa kesal. Sebuah agensi pertunjukan musik di Indonesia, misalnya, bahkan dikabarkan enggan memfasilitasi kelompok tersebut. Sayangnya, meskipun juga turut menyayangkan kejadian tersebut, bagi saya lagu-lagu mereka tetap saja menarik, hingga rasanya sulit untuk menolak menikmatinya. Akhirnya, sebagai jalan keluar, saya memutuskan untuk memisahkan kecintaan saya terhadap karya mereka dari kekecewaan saya terhadap para penciptanya.
Solusi yang serupa nampaknya juga diambil oleh Aris Setyawan. Merasa kecewa dengan sikap Krist Novoselic hingga Thom Yorke, setelah menghubungkannya dengan konsep The Death of The Author, ia turut memilih untuk memisahkan karya dan penciptanya sebagai sebuah langkah agar tetap waras. Frasa “kill your idols” pun ia gaungkan.
Sampai di sini, langkah tersebut rasanya merupakan cara terbaik untuk dapat tetap mendengarkan lagu-lagu yang memang saya sukai, tanpa perlu memperhitungkan perilaku para penciptanya. Namun rupanya hal ini tidak dapat dengan mudah diterapkan pada setiap kasus. Sampai saat ini, nyatanya, saya masih cukup kesal dengan Laze yang rupanya tetap memilih memiliki banyak uang dibandingkan menikmati waktu bersama orang terkasih. Saya juga masih merasa dongkol lantaran pelantun dari “925” sempat turut serta menggunakan tagar #IndonesiaButuhKerja. Entahlah. Mungkin memang butuh waktu untuk mencerna hal-hal semacam ini.
Bagaimana sikap kalian jika mengalami hal yang serupa? Oh, mungkin sebelumnya kalian ingin menilik senarai ini?
— Dari Adrian untuk suara suara
Tema apa lagi ya yang menarik untuk dibahas? Sila usulkan kepada kami via Twitter maupun Instagram. Surel juga boleh! Atau bisa juga tinggalkan komentar kalian.
Kalau kamu suka dengan suara suara edisi ini, mungkin sebaiknya kamu bagikan juga ke temanmu! Minta mereka daftar juga, ya!